Sabtu, 02 Juli 2011

Simpang di Bulan Juni

Berapa banyak orang yang akan mati dalam kebohongan yang terus diproduksi zaman edan ini ? dirinya berdesis, laki-laki kurus dikursi kayu itu sudah duduk lebih dari setengah malam. Jalanan masih ramai saat dirinya tiba, kini tersisa tukang-tukang becak yang berjejer merayu ibu-ibu tukang nasi kuning. Mungkin tukang-tukang becak itu memang tidak sedang merayu, mereka hanya sekedar melepas lelah dengan bercengkrama dengan ibu-ibu tukang nasi kuning yang sudah mulai kekurangan pekerjaan karena orang-orang sudah lebih memilih tidur dari pada makan. Lagi pula mereka tidak akan bisa bercinta dipinggir jalan itu desisnya lagi, tawa mereka hanya terlalu keras dan begitulah ternyata mereka telah mampu membayar sebuah kebahagiaan dengan terbahak-bahak memecahkan langit yang sebentar lagi disambut bunyi adzan.

Laki-laki kurus itu bukan kurang kerjaan, tapi malam ini—itulah pekerjaannya; duduk dan menunggu. Ngantuknya sudah pulang sejak tadi, diusir kecemasan yang sebenarnya tidak begitu beralasan. Diliriknya ibu berbadan agak gemuk yang duduk dikursinya, tidak tersenyum—tidak berkata apa-apa, hanya diam. Tak biasa baginya ibu berbadan agak gemuk itu berdiam diri, dia memang tidak termasuk kelompok ibu-ibu penjual nasi kuning yang menanti digombali abang-abang tukang becak untuk tertawa terbahak-bahak juga bukan golongan orang-orang yang merasa terpuaskan hasratnya setelah bersenggama dengan kata-kata menghujat kejelekan orang lain, dia seseorang yang selalu tersenyum dan bertegur sapa dengan siapapun yang datang kecuali malam ini.