Senin, 11 April 2011

Aku Gila. Aku Menunggu !

Aku cukup sadar bahwa cinta harusnya adalah sebuah tabrakan bukan tumbukan. Cinta harusnya adalah dua bagian yang bergerak dari arah yang berlawanan, menuju ke titik yang sama dan pada momentumnya akhirnya melepas diri untuk saling bertabrakan, hancur tapi ternyata kemudian mampu melebur menjadi satu. Cinta idealnya adalah tabrakan dua bagian perasaan bukan tumbukan sebuah perasaan pada tiang, pintu, tembok, atau apalah selain perasaan karena perasaan yang lain bergerak kearah yang sama atau tragisnya malah hilang ke lintasan yang lain. Cinta adalah sebuah tabrakan, bukan tumbukan dan aku sadar.

Bayangnya baru saja berakhir di ujung gang sedang aku masih belum siap untuk merekam gambarnya karena masih sibuk membereskan gambar mimpi sisa semalam yang belum sempat aku bereskan. Aku sadar, aku gila. Aku sadar setiap malam aku memimpikannya, aku sadar pula setiap pagi aku menunggunya dititik pertemuan hanya untuk merasa cukup dengan memandanginya dari jauh dan aku sadar semua itu bukan baru terjadi kemarin tapi sekian tahun. Aku sadar, aku gila atau lebih terhormat dengan mengatakannya sebagai tergila – gila.

“ apakah tidak sebaiknya kamu bosan saja ? “

Suara itu datang lagi, suara dari entah pena, entah kertas, entah sepatu, entah bangku atau entah apalah itu. Tanganku berhenti bergerak, aku harus menegakan dudukku agar Nampak sebagai lawan yang sebanding untuk menghalau semua serangan.

“ aku sudah lelah memintamu untuk pergi, melupakan dan masih banyak lag pilihan laini. Sekarang aku hanya memintamu bosan. Itu pilihan terakhir yang aku punya untukmu “



Aku akan meminta lagi hujan hari ini, kemarin gagal dan kemarinnya juga gagal. Aku butuh hujan untuk dinikmati lalu tersamarkan titik – titik air dan kembali merasa aman dengan bersembunyi. Bukan sebuah pilihan yang tepat memang menambah panjang daftar nama teman baru yang adalah bekas perempuannya. Bagiku mereka beruntung sekaligus kurang beruntung. Mereka beruntung ketika berhasil mengetahui rahasiaku dan menghajarku dengan daftar panjang dosa perasaan yang semuanya dibebankan dalam namanya tapi sayangnya mereka tak beruntung karena tak berumur lama dengannya dan aku sudah mengetahui daftar dosa sejak lama tapi tetap saja memilih menutup mata. Bagiku dia tetap teristimewa, bagiku dia tetap satu – satunya pilihan. Aku hanya butuh hujan.

Tidur dimulai dengan dongeng bisa jadi adalah sebuah pilihan yang salah untuk anak perempuan, bagi anak laki – laki dongeng menjadi pilihan yang benar karena didominasi tokoh pahlawan, kesatria, raja atau semacamnya tapi sebalinya untuk anak perempuan dongeng ternyata tak perlu menjadi kreatif dan variatif karena cukup untuk menjadi manis dengan cerita putri yang menunggu datangnya tokoh dongeng laki – laki. Ibu memberi itu untukku dalam dosis yang tepat tanpa menyadari hal tersebut, terlebih lagi untuk anak perempuannya yang ternyata kelak ketika dewasa menjadi pribadi terlalu pendiam, terlalu teliti dan parahnya terlalu setia bahkan untuk sesuatu yang sebenarnya tiada.

Sebagian hidup terlanjur menjadi dongeng bagiku. Semua hal buruk yang disampaikan tentangnya bagiku adalah dongeng sedangkan semua keinginanku tentangnya adalah bagian lain dari hidup yang kusebut kenyataan.

“ aku hanya tidak ingin ada penyesalan dalam hidupmu. Aku mengasihimu sebab itu aku meminta “

Aku kembali menegakkan posisi dudukku. Membuang wajah pada daun – daun yang mulai ribut dipermainkan angin, sebentar lagi hujan dating pikirku. Aku butuh bertahan dari semua gugatan yang datang padaku. Akulah terdakwa tanpa akal sehat.

“ harusnya aku tak bercerita apapun untukmu. Harusnya aku hanya menjadi pendengar. Tak perlu komentar “

Aku menunggu nada sela dan yakin sungguh dia akan menepuk punggung tanganku pelan sepelan mantra – mantra yang akan dibisikannya dimeja makan.

“ aku hanya tak ingin kamu menyesal. Kamu tahu apa yang terjadi padaku, dia pergi. Dia meninggalkan bukan Cuma aku tapi banyak orang lain yang hamper semua kau kenal dan kau beri kesempatan untuk bersaksi. Tidakkah semua itu cukup untuk membuatmu lelah dan berhenti ? “

Aku menggelengkan kepala sambil tetap menunduk dan memperhatikan gelas diatas meja yang aku permainkan. Aku hidup dengan milyaran keyakinan yang ku tumpuk rapi selama empat tahun tepat ketika aku mulai tergila – gila padanya hingga ratusan dongeng tak akan cukup untuk membantah keyakinanku.

Ada waktu ketika aku mulai lepas kendali, marah dan bergegas ingin pergi. Tapi aku selalu kembali mengencangkan sabuk pengaman dan membenarkan sandaran kursi. Aku selalu mempersiapkan diri untuk melewati setiap guncangan, malah kadang bahkan aku membuat manufer – manufer kecil yang membuat banyak mata terheran. Aku melompat – lompat meski aku tak memilikinya.
Aku tersenyum lebar meski aku hanya bisa memandangnya dari jauh dan hanya sesekali bertegur sapa. Aku selalu menangis usai marahku mereda tapi aku tak pernah bisa mengelak, air matakupun menyukainya. Aku sudah sering berkemas tapi selalu urung untuk pergi.

“ jadi kapan kamu akan memilikinya ? “

Hujan akhirnya datang, doaku sepenuhnya terkabul. Aku sungguh tak akan melewatkan kesempatan untuk melintasi selasar utama yang terbuka agar kebasahan lalu berlari menuju kelas, pura – pura terburu – buru dan mampu menyembunyikan guncangan ketika kembali harus menemukannya berbagi diktat dengan perempuan lain yang beruntung disampingnya. Hujan kerap menyembunyikan tangis yang ternyata memang selalu lebih baik datang tanpa permisi dan kita hanya cukup menyiapkan tempat.

Lurus aku memandangi punggungnya, hanya punggungnya. Aku sadar cinta adalah sebuah tabrakan bukan tumbukan dan setiap hari setiap waktu bagiku, aku mengalami tabrakan itu, walau meski pada kenyataannya bukan dadanya yang aku tabrak tapi benda – benda lain yang bagiju tetap serupa dengannya.

Aku menunggu hari keberuntunganku dan aku hanya ingin selalu yakin berarti selamanya.

hei… berbaliklah. Aku dibelakangmu, tergila – gila padamu. Terus mengarah padamu dengan cinta yang luar biasa dan tak pernah mengeluh.
Aku sadar aku gila. Aku menunggu
---
Iphank dewe
Ambon, 07 Desember 2010 – 08.13
(cerita popular untuk mereka yang menyimpan hati, menjaganya rapi dan tak pernah ingin berkata “cukup”)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar