Jumat, 10 Juni 2011

N.Y.A.M.U.K

Aku bilang dia seperti nyamuk, terus berbunyi dan mengganggu. Aku bilang dia seperti pengusik, selalu kurang kerjaan dengan selalu hadir dimanapun aku berada. Aku bilang aku tak nyaman, aku bilang aku tak menginginkannya. Aku selalu menolak tapi sekuat apa aku mengelak, sekuat itu pula dia berjuang untuk tidak aku matikan. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak menanggapi keberadaannya, tapi ternyata kegilaannya membuat aku tergila - gila. Semakin kuat aku berfikir untuk tidak peduli, semakin kuat pula akhirnya aku bertanya – tanya tentang sebab, aku bertanya – tanya tentang alasan. Aku telah berfikir tentangnya, aku berkesimpulan; ada yang hilang saat dia hilang.

 “ sudah kubilang aku tidak mengisap darahmu, aku bukan nyamuk, aku widi.”

“ tapi kamu mengganggu, kamu menguntitku kemanapun aku pergi. Aku tak suka itu “

“ percayalah, aku tak pernah menguntitmu. Takdirlah yang selalu mempertemukan kita dan aku selalu senang untuk menerimanya “

“ tapi kamu mengganggu dan…. “

Dia yang ku sebut nyamuk memang selalu akan memilih berlalu sebelum aku menyelesaikan mantra – mantraku. Aku tahu dia selalu enggan untuk berdebat dan menghormati hakku untuk berkomentar sehingga pergi dengan meninggalkan sedikit senyum adalah pilihan terbaik untuknya. Tapi bagiku itulah petaka, keenggananya untuk berdebat selalu membuatku bertanya – tanya akan sebab dan senyum manis yang tersungging diujung bibir sebelum berlalu adalah alasan kuat mengapa aku terus merasa terintimidasi. Senyum manisnya selalu berbekas bahkan ketika suara dan jasadnya sudah tak lagi mampu ditangkap indra walaupun sungguh sebenarnya aku tahu, dia masih akan selalu ada disana; mengintaiku, membauiku, menguping semua hal dan semua itu sungguh adalah hal yang membuatku menyebutnya sebagai pengganggu.


Mungkin aku memang terlanjur percaya bahwa nyamuk adalah pengganggu, menghafal lagu nyamuk – nyamuk nakal sehari tiga kali sewaktu kecil dan terkontaminasi pemikiran kebanyakan orang bahwa nyamuk tidak lebih dari binatang kecil, menjijikan dan bisanya hanya merugikan. Aku menyebutnya nyamuk karena bagiku dia mengganggu, merugikan walaupun aku tak tahu pasti pada bagian mana dia harus ku sebut menjijikan. Aku selalu bingung dengan segala tingkahnya, hidupnya seakan – akan hanya dibakhtikannya untukku. Dia selalu tahu dimana aku berada, dia selalu tahu apa yang sedang kulakukan, dia selalu tahu apa yang aku inginkan dan begitulah alasan mengapa aku selalu menyebutnya penguntit, tapi dia selalu mengelak.


“ kamu bilang aku nyamuk. Iyah mungkin aku mengganggu tapi aku tidak menguntit. Seekor nyamuk jantan yang telah cukup dewasa untuk kawin akan menggunakan antenanya untuk menemukan nyamuk suara nyamuk betina. Makanya aku akan lebih senang menerima predikat sebagai nyamuk bila kamu juga mau mengganti istilah menguntit itu  dengan takdir ”

Berkali – kali aku mengingatkannya bahwa aku bukanlah nyamuk betina yang mengeluarkan suara untuk memintamu datang tapi dia memang seakan tak pernah peduli. Baginya nyamuk jantan tak pernah merugikan sebaliknya nyamuk betinalah yang lebih pantas disebut menyebalkan.

“ nyamuk jantan terbang bergerombol, nyamuk betinalah yang masuk kedalam gerombolan dan menyebabkan terjadinya perkawinan. nyamuk jantan hanya harus mencengkram nyamuk betina dan setelah itu nyamuk betinalah yang mencari darah untuk perkembangan telurnya. ”

Kadang aku menyesal menyebutnya nyamuk, aku memberinya celah untuk pembenaran – pembenaran yang selalu masuk akal atas segala pendapat yang aku berikan. Aku tidak yakin akan memberikannya predikat lain karena sesungguhnya akan sama saja. Bagiku Widi adalah laki – laki cerdas dan itu justru membuatku menganggapnya menyebalkan karena terlampau tahu banyak hak hal.

“ nun, aku akui aku mencintaimu-menyayangimu, jatuh hati padamu sejak awal kita bertemu. Sejujurnya akupun menyesal telah memelihara perasaan ini.  harusnya kejadian kamu tiba – tiba datang diacara pertunjukan dan mengomentari puisi yang aku baca itu tidak pernah terjadi, tapi bagiku itulah takdir yang sebenarnya. “
Dia yang kusebut nyamuk baru saja mengucapkan selamat tinggal. Ingin sekali aku melompat kegirangan karena itu berarti tidak akan ada lagi pengganggu tapi sungguh aku tak punya energi sedikitpun, aku tak mampu melompat. aku tahu aku tertahan dan telah merasa kehilangan.

Widi akan melanjutkan studinya di Belanda, dia menyempatkan diri untuk berpamitan dan mengucapkan maaf sekaligus selamat bahwa aku telah terbebas darinya tapi bagiku justru itu berarti sebaliknya. Aku mengukur malam dengan membayangkan hari besok tanpa kekesalan, omelan, caci maki akibat ulahnya seperti hari yang dililit kain putih tanpa warna, polos dan terlalu biasa. Aku tak yakin telah jatuh cinta padanya tapi aku yakin sungguh aku tak ingin berpisah dengannya.

“nun, nyamuk memang ga akan pernah bisa bilang I Love You  tapi selama ada ruang, gelap dan alasan nyamuk akan tetap ada “
Aku mematikan lampu, bersandar dipojokan dan menanti dengungan.

Aku mau menjadi nyamuk betina dan semoga nyamuk jantan tahu nyamuk betinanya sudah menunggu.
---
Iphank dewe
21 Desember 2010 – 09.15
*nyiiiiiiiing….. nyinggggg….. nyamuk memang gaa bisa bilang cinta 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar